Rabu, 05 Januari 2011

PENGARUH EMOSI NEGATIF DALAM PEMILIHAN ALTERNATIF INVESTASI MODAL: PERBANDINGAN KEPUTUSAN INDIVIDU DAN KELOMPOK


Keputusan Investasi Modal
Keputusan investasi modal, yang merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan jangka panjang dari kebanyakan organisasi, terkait dengan proses perencanaan, penetapan tujuan dan prioritas, pengaturan pembiayaan, dan penggunaan sejumlah kriteria untuk memilih aset jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2003). Keputusan yang dibuat dengan buruk dapat sangat merugikan organisasi. Oleh karenanya perlu diperhitungkan secara matang dampak keputusan investasi modal ini bagi kelangsungan profitabilitas jangka panjang.
Salah satu tugas manajer dalam keputusan investasi modal yaitu mengetahui apakah investasi modal yang akan dipilih akan menghasilkan reasonable expected return, yaitu pengembalian yang minimal mampu menutup opportunity cost of fund yang diinvestasikan. Secara tradisional, cara yang dapat dilakukan adalah mengestimasikan jumlah dan waktu aliran kas, menilai risiko investasi, dan mempertimbangkan dampak proyek investasi pada laba perusahaan. Salah satu bentuk estimasi reasonable expected return ini adalah net present value.
Net present value adalah perbedaan nilai present value dari aliran kas masuk dan kas keluar (Hansen dan Mowen, 2003). Nilai NPV yang positif berarti proyek investasi modal yang dipilih akan meningkatkan kemakmuran perusahaan (atau meningkatkan value of the firm). Hal ini berarti alternatif investasi modal ini harus dipilih karena: (1) nilai investasi awal tertutupi, (2) rate of return yang diinginkan tercapai, dan (3) terdapat penerimaan kelebihan nilai (1) dan (2) bagi perusahaan. Sebaliknya, nilai NPV yang kurang dari nol harus ditolak karena penerimaan akan lebih kecil dari rate of return yang diinginkan (Hansen dan Mowen, 2003).
Pengaruh Emosi pada Keputusan Investasi Modal
Secara tradisional, pemilihan alternatif investasi modal dilakukan dengan mempertimbangkan nilai keuangan ekspektasian, yaitu pengambil keputusan menganalisis berbagai alternatif dan memilih alternatif yang memiliki net present value positif yang terbesar. Penggunaan net present value saja sebagai penentu pilihan investasi modal memiliki kelemahan karena tidak mempertimbangkan faktor-faktor nonkeuangan yang mungkin timbul dalam proses penilaian alternatif investasi yang ada. Salah satu informasi nonkeuangan yang perlu dipertimbangkan, dan menjadi fokus penelitian ini, adalah emosi para pengambil keputusan.
Pengaruh emosi perlu dipertimbangkan karena keputusan investasi modal seringkali melibatkan lebih dari satu individu dalam organisasi. Individu-individu yang mempunyai berbagai pengetahuan, keahlian, dan pengalaman berbeda ini dapat terlibat disepanjang proses investasi modal, mulai perencanaan, pengawasan sampai pengkoordinasian rencana investasi modal. Hasil akhir dari hubungan interpersonal yang terjalin dalam cross-functional team ini adalah dapat mencapai efektivitas dalam alternatif investasi modal yang dipilih.
Emosi adalah salah satu jenis affect yang seringkali muncul dalam hubungan interpersonal. Menurut Richard S. Lazarus dalam Kreitner dan Kinicki (2000), emosi adalah “a complex, patterned, organismic reactions to how we think we are doing in our lifelong efforts to survive and flourish and to achieve what we wish for ourselves”. Emosi merupakan campuran reaksi afektif yang kompleks terhadap suatu target tertentu, yang tidak hanya sekedar perasaan baik atau buruk. Emosi ini diduga juga sering muncul dalam proses pemilihan alternatif investasi modal (Kida et al., 2001).
Dalam penelitian sebelumnya, Kida et al. (2001) menemukan bahwa para pengambil keputusan, dalam menilai alternatif investasi modal, mempertimbangkan faktor keuangan dan nonkeuangan. Faktor nonkeuangan berupa emosi negatif (kemarahan, frustasi dan kekecewaan) yang muncul dari hubungan interpersonal antara penilai dan pihak yang dinilai akan membawa kecenderungan penolakan penilai untuk bekerja sama dengan pihak yang dinilai, meskipun alternatif investasi modal tersebut mempunyai prospek keuntungan yang lebih besar dibandingkan alternatif investasi modal lainnya. Hasil eksperimen Moreno et al. (2002) memperkuat temuan Kida et al. (2001) tetapi dalam konteks emosi positif dan negatif.
Selain Kida et al. (2001) dan Moreno et al. (2002), Staw (1991) mendeskripsikan hasil beberapa penelitian terdahulu yang juga menemukan adanya pengaruh emosi individu dalam lingkungan kerja seperti Hezberg et al. (1957) dan Rafaeli dan Sutton (1987). Hezberg et al. (1957) misalnya, membangun teori two-factor untuk menjelaskan timbulnya kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja misalnya, dapat timbul karena kondisi lingkungan, hubungan interpersonal, pengawasan dan kebijakan perusahaan. Ketidakpuasan ini cenderung mengurangi kinerja karyawan. Sedangkan Rafaeli dan Sutton (1987) membangun rerangka konseptual yang terdiri dari sumber ekpektasi peran, ekspresi emosi dan keluarannya. Emosi, yang terletak pada suatu garis kontinum mulai positif sampai negatif, timbul karena dua faktor yaitu konteks organisasi dan transaksi emosional dan akan menghasilkan keluaran baik yang berdampak pada organisasi maupun individu sendiri.
Dalam penelitian ini diduga emosi juga akan mempengaruhi keputusan investasi modal pada suatu organisasi. Fokus penelitian adalah pada emosi negatif seperti kemarahan, frustasi dan kekecewaan. Emosi negatif ini perlu mendapat perhatian besar karena kegagalan dalam pengelolaan emosi negatif ini berpotensi membawa kerusakan yang besar (Kreitner dan Kinicki, 2000). Dalam konteks hubungan interpersonal, emosi negatif ini diduga dapat timbul apabila seseorang harus bekerja sama dengan orang yang tidak dapat diandalkan atau merugikan dirinya. Diduga, para pengambil keputusan akan cenderung menghindari alternatif investasi modal yang menimbulkan emosi negatifnya meskipun alternatif investasi tersebut akan memberikan keuntungan finansial yang lebih besar.
Pengaruh Kelompok dalam Pengambilan Keputusan
Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas pengambilan keputusan secara berkelompok atau dalam tim yang terdiri dari dua orang atau lebih (Cohen dan Bailey, 1997, Gruenfeld et al., 1996 dalam Chalos dan Poon, 2000; Hughes et al., 2005). Kreitner dan Kinicki (2000) memberikan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari group-aided decision making, yaitu: (1) mampu memberikan lebih banyak informasi dan pengalaman untuk mengatasi masalah yang ada (greater pool of knowledge); (2) mampu melihat situasi keputusan dari berbagai sudut pandang yang berbeda (different perspectives); (3) mampu memahami rasionalisasi dibalik keputusan akhir yang akan diambil (greater comprehension); (4) meningkatkan penerimaan keputusan atau pemecahan masalah sebagai keputusan bersama (increased acceptance); dan (5) melatih pengambil keputusan yang kurang berpengalaman dengan melibatkan mereka secara aktif dalam proses pengambilan keputusan (training ground).
Pengambilan keputusan secara berkelompok diduga akan mampu mengendalikan (mengurangi) dampak emosi negatif, yaitu menghindarkan pengambilan keputusan secara tidak rasional. Rasionalisasi tercapai melalui pendapat anggota kelompok dari berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga subyektivitas pendapat anggota lain dapat diminimalisir.

Ref : www.akuntansiku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar