Rabu, 05 Januari 2011

ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI, KUALITAS AUDIT, SERTA MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP INTEGRITAS LAPORAN KEUANGAN

Kualitas Audit , Integritas Laporan Keuangan dan Teori Keagenan

Penelitian tentang adanya tuntutan atas kualitas audit telah digambarkan dengan menggunakan literatur agency dan contracting. Argumennya bahwa semakin tinggi kos agensi (kos konflik) maka semakin besar tuntutan terhadap kualitas audit yang lebih tinggi, baik itu oleh manajer maupun oleh pemegang saham (Watts dan Zimmermann 1986). Dalam literatur contracting disebutkan bahwa akuntansi berpe-ran penting dalam pembuatan kontrak dan melakukan monitoring. Angka-angka akuntansi seringkali digunakan dalam kontrak-kontrak, seperti kontrak utang, perencanaan kompensasi, dan lain-lain. Kontrak-kontrak tersebut seringkali juga memasukkan batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam kontrak. Karena itu ada tuntutan untuk melakukan perhitungan dan pelaporan angka-angka tersebut.

Fungsi auditor dalam kasus ini adalah sebagai pihak yang memberikan kepastian terhadap integritas angka-angka akuntansi yang dihasilkan oleh tehnologi akuntansiauditee dan kemudian angka-angka ini digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kontrak antara agen dan prinsipal (DeFond 1992; Francis dan Wilson 1988; Palmrose 1984). Auditing juga berperan penting dalam memonitor kontrak. Auditor berfungsi melaporkan pelanggaran kontrak yang dilalukan oleh pihak-pihak tertentu, seperti pelanggaran kontrak utang oleh debitur. Selain itu angka-angka earnings auditan digunakan juga dalam perencanaan bonus.

Jika akuntansi merupakan bagian penting dari proses kontrak dan kos agensi serta bervariasi sesuai dengan jenis kontrak yang berbeda-beda, maka prosedur akuntansi berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan kompensasi manajer. Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen, dalam hal ini adalah auditor independen. Teori keagenan menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agen dan prinsipal membutuhkan adanya kehadiran pihak ketiga yang independen untuk menengahi konflik diantara kedua pihak tersebut.

Berdasarkan pandangan teori keagenan tampak jelas peran auditor dalam memberikan jasa atestasi atas laporan keuangan yang dibuat oleh pihak agen dan dijadikan dasar pembuatan kontrak. Auditor diharapkan memberikan pandangan yang independen tentang kesahihan angka-angka yang disajikan. Auditor dapat melakukan fungsinya dengan benar jika memiliki kompetensi yang memadai dan sikap independen.

Integritas Laporan Keuangan

Integritas laporan keuangan adalah sejauhmana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur. Ukuran integritas laporan keuangan selama ini belum ada walaupun demikian secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur dengan konservatisme serta keberadaan manipulasi laporan keuangan yang biasanya diukur dengan manajemen laba.

Beberapa peneliti menyatakan bahwa auditor lebih menyukai pelaporan yang konservatif (Basu (1997) dan DeFond serta Subramanyam (1998)). Penelitian yang berkaitan dengan tuntutan hukum terhadap auditor juga menunjukkan bahwa pelaporan aset dan pendapatan yang overstatement serta pelaporan nilai utang serta kos yang understatement secara signifikan merupakan faktor yang mempengaruhi tuntutan hukum terhadap auditor (St.Pierre dan Andersen 1984, Carcello dan Palmrose 1994). Kellog (1979) menunjukkan bahwa pengadilan banyak menuntut pelaporan earnings dan aset yang overstatement.

Dengan mengacu pada kasus-kasus perusahaan publik di Indonesia yang terkena tindakan penegakan hukum, secara intuitif dapat disimpulkan bahwa rendahnya integritas laporan keuangan menjadi salah satu penyebab perusahaan publik mendapatkan sangsi hukum. Simpulan ini diperoleh dari amatan bahwa sebagian besar tindakan penegakan hukum disebabkan pelanggaran yang bersumber dari laporan keuangan, seperti terlambat menyampaikan laporan keuangan, tidak menyampaikan informasi keuangan sesungguhnya serta opini disclaimer dari auditor.Spesialisasi Industri Auditor dan Kualitas Audit

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit (Watts dan Zimmerman 1986). Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor berdasarkan pembedaan big 5 dan non-big 5. Teoh dan Wong (1993) berargumen bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan earnings response coefficient (ERC). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas audit, yang diproksikan dengan brand name (big 8 vs non-big eight), dengan ERC.

Kualitas Audit, Independensi dan Integritas Laporan Keuangan

Sebagaimana di Amerika Serikat, munculnya kasus manipulasi akuntansi memicu terbitnya peraturan Bapepam nomor Kep-20/PM/2002 per tanggal 12 November 2002 serta SK Menteri Keuangan no. 423/KMK-06/2002. Pada lampiran Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-20/PM/2002 terdapat Peraturan nomor VIII.A.2 yang berisikan tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal. Peraturan tersebut diantaranya membatasi hubungan auditee dan auditor selama jangka waktu tertentu, yaitu emiten harus mengganti kantor akuntan tiap 5 tahun dan tiap 3 tahun untuk auditor. Selain itu pemberian jasa nonaudit tertentu, seperti menjadi konsultan pajak, konsultan manajemen disamping pemberian jasa audit pada seorang klien tidak diperkenankan karena dapat mengganggu independensi auditor.

Palmrose (1988) menunjukkan bahwa auditor yang berasal dari kantor akuntan non-Big Eight lebih sering berhadapan dengan risiko litigasi dibandingkan auditor yang berasal dari kantor akuntan Big Eight. Disisi lain Lennox (1999) menyatakan bahwa auditor dari kantor akuntan Big Eight lebih akurat dibandingkan auditor dari kantor akuntan non-Big Eight. Walaupun demikian realitas yang tampak akhir-akhir ini menunjukkan bahwa ternyata kasus-kasus manipulasi akuntansi justru melibatkan kantor-kantor akuntan besar (Big-Eight).

Beberapa kasus skandal akuntansi menyebutkan bahwa lamanya hubungan klien dan auditor menjadi penyebab kegagalan audit. Knapp (1991) menunjukkan bahwa lamanya hubungan antara auditee dan auditor dapat mengganggu independensi serta keakuratan auditor untuk menjalankan tugas pengauditan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa auditor yang memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun serta kurang dari 5 tahun tidak dapat menemukan kesalahan pelaporan yang material.

St. Pierre dan Anderson (1984) menemukan bahwa kegagalan audit tampaknya sering terjadi pada auditor yang memiliki masa penugasan kurang dari 3 tahun. Metcalf Committee (US.Senate 1977) menyatakan bahwa hubungan yang lama antara auditor dan klien dapat merusak kualitas profesionalisme kantor akuntan.

Dugaan rusaknya independensi auditor akibat yang disebabkan masa kerja auditor dan klien menyebabkan pada beberapa negara, termasuk Indonesia, mengeluarkan kebijakan untuk melakukan rotasi yang sifatnya mandatory. Berbeda dengan maksud dilakukannnya rotasi tersebut, ternyata beberapa hasil penelitian justru menunjukkan bahwa pergantian auditor yang sifatnya mandatory memberikan hasil yang negatif (Lennox 2001).

www.akuntansiku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar